Senin, 05 November 2012

Bertempur "MELAWAN" Nasib

Baca : Kejadian 2:15; 3:23; 27:40; 1 Tes 2:9

Seorang pemuda pengangguran, ketika ditanya tentang alasannya mengapa ia tidak bekerja, dengan enteng ia menjawab, “Ya, inilah nasib saya. Saya orang nggak punya, tidak ada uang untuk menyuap. Saya orang desa, tidak ada koneksi di tempat tempat kerja. Ya beginilah nasib orang miskin.”

Ada juga seorang pengamen yang melantunkan lagu karangannnya sendiri, yang senada “dengan jawaban pemuda diatas.” Selain kalimatnya berbunyi demikian, “bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mas, mbak-mbak, perhatikanlah nasib kami. Di sini kami hanya bisa menjual suara untuk mendapatkan sesuap nasi. Daripada menodong atau merampok, lebih baik cuap-cuap di sini." Jawaban pemuda dan kalimat dari lagu pengamen tersebut, mungkin juga benar, artinya bahwa mereka memang berasal dari keluarga tidak mampu. Hanya saja, muncul pertanyaan dalam benak saya, “Apakah nasib mereka tidak bisa berubah? Apakah ungkapan-ungkapan itu hanya bermaksud menutupi ketidaktekunan mereka dalam berusaha? Atau mungkinkah mereka berpegang pada ajaran fatalisme?" Fatalisme adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa keadaan atau perbuatan seseorang sudah dipastikan lebih dahulu oleh nasib (fatum). Manusia tidak dapat atau tidak akan berhasil mengubah jalannya, keadaan, atau perbuatannya, walaupun ia atau orang lain berusaha ke arah itu. Pertanyaan-pertanyaan di atas, kalau dilontarkan kepada mereka, hanya mereka yang tahu jawabannya, karena hanya mereka sendiri dan Tuhan yang mengetahui isi hati mereka.

Kita tidak bisa menilai secara subjektif tentang sikap orang-orang seperti yang disebutkan di atas, tetapi sebagai orang percaya kita harus memperhatikan apa yang dikatakan alkitab. Dalam Kejadian 27:40 dikatakan, “Engkau akan hidup dari pedangmu dan engkau akan menjadi hamba adikmu. Tetapi akan terjadi kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu.”

Ayat itu jelas bebicara tentang “nasib” yang akan dialami Esau, dan juga berbicara tentang perubahan “nasib” tersebut. Kata-kata kunci dari ayat di atas adalah “apabila engkau berusaha sungguh-sungguh”. Itu berarti bahwa Esau tidak boleh menyerah pada “nasib”. Orang yang menyerah pada “nasib” adalah orang yang tidak akan pernah berhasil dalam hidupnya!

Mari kita memperhatikan hidup kita, mungkin kita memang berasal dari keluarga yang tidak mampu, mungkin kita berasal dari desa terpencil, tetapi hal itu janganlah kita jadikan alasan agar kita tidak berusaha. Kita tidak boleh menyerah pada “nasib”, kita harus “melawan nasib” itu. Justru kalau latar belakang kita seperti itu dan karena kita berusaha lalu berhasil, maka orang akan melihat karya Tuhan sungguh nyata dalam hidup kita. Kita tidak menjadi batu sandungan, tetapi kita akan menjadi berkat. Berusahalah, jangan menyerah pada nasib.

DOA: "Tuhan, aku bersyukur dilahirkan dalam keadaan apapun dan di dalam keluargaku sekarang ini. Aku yakin bahwa di tanganMu ada masa depan yang cerah, oleh sebab itu tolonglah aku dalam berusaha untuk mencapainya. Dalam nama Yesus aku bersyukur dan berdoa. Amin."

MENYERAH PADA NASIB MEMBUKA JALAN PADA PENDERITAAN


Sumber :
Linda Lesmana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar