Baca : Kejadian 2:15; 3:23; 27:40; 1 Tes 2:9
Seorang pemuda pengangguran, ketika ditanya tentang alasannya mengapa
ia tidak bekerja, dengan enteng ia menjawab, “Ya, inilah nasib saya.
Saya orang nggak punya, tidak ada uang untuk menyuap. Saya orang desa,
tidak ada koneksi di tempat tempat kerja. Ya beginilah nasib orang
miskin.”
Ada juga seorang pengamen yang melantunkan lagu
karangannnya sendiri, yang senada “dengan jawaban pemuda diatas.” Selain
kalimatnya berbunyi demikian, “bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mas,
mbak-mbak, perhatikanlah nasib kami. Di sini kami hanya bisa menjual
suara untuk mendapatkan sesuap nasi. Daripada menodong atau merampok,
lebih baik cuap-cuap di sini." Jawaban pemuda dan kalimat dari lagu
pengamen tersebut, mungkin juga benar, artinya bahwa mereka memang
berasal dari keluarga tidak mampu. Hanya saja, muncul pertanyaan dalam
benak saya, “Apakah nasib mereka tidak bisa berubah? Apakah
ungkapan-ungkapan itu hanya bermaksud menutupi ketidaktekunan mereka
dalam berusaha? Atau mungkinkah mereka berpegang pada ajaran fatalisme?"
Fatalisme adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa keadaan atau
perbuatan seseorang sudah dipastikan lebih dahulu oleh nasib (fatum).
Manusia tidak dapat atau tidak akan berhasil mengubah jalannya, keadaan,
atau perbuatannya, walaupun ia atau orang lain berusaha ke arah itu.
Pertanyaan-pertanyaan di atas, kalau dilontarkan kepada mereka, hanya
mereka yang tahu jawabannya, karena hanya mereka sendiri dan Tuhan yang
mengetahui isi hati mereka.
Kita tidak bisa menilai secara
subjektif tentang sikap orang-orang seperti yang disebutkan di atas,
tetapi sebagai orang percaya kita harus memperhatikan apa yang dikatakan
alkitab. Dalam Kejadian 27:40 dikatakan, “Engkau akan hidup dari
pedangmu dan engkau akan menjadi hamba adikmu. Tetapi akan terjadi
kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka engkau akan
melemparkan kuk itu dari tengkukmu.”
Ayat itu jelas bebicara
tentang “nasib” yang akan dialami Esau, dan juga berbicara tentang
perubahan “nasib” tersebut. Kata-kata kunci dari ayat di atas adalah
“apabila engkau berusaha sungguh-sungguh”. Itu berarti bahwa Esau tidak
boleh menyerah pada “nasib”. Orang yang menyerah pada “nasib” adalah
orang yang tidak akan pernah berhasil dalam hidupnya!
Mari kita
memperhatikan hidup kita, mungkin kita memang berasal dari keluarga
yang tidak mampu, mungkin kita berasal dari desa terpencil, tetapi hal
itu janganlah kita jadikan alasan agar kita tidak berusaha. Kita tidak
boleh menyerah pada “nasib”, kita harus “melawan nasib” itu. Justru
kalau latar belakang kita seperti itu dan karena kita berusaha lalu
berhasil, maka orang akan melihat karya Tuhan sungguh nyata dalam hidup
kita. Kita tidak menjadi batu sandungan, tetapi kita akan menjadi
berkat. Berusahalah, jangan menyerah pada nasib.
DOA: "Tuhan,
aku bersyukur dilahirkan dalam keadaan apapun dan di dalam keluargaku
sekarang ini. Aku yakin bahwa di tanganMu ada masa depan yang cerah,
oleh sebab itu tolonglah aku dalam berusaha untuk mencapainya. Dalam
nama Yesus aku bersyukur dan berdoa. Amin."
MENYERAH PADA NASIB MEMBUKA JALAN PADA PENDERITAAN
Sumber :
Linda Lesmana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar